GOLPUT HARAM ?

Dalam sebuah kesempatan Hidayat Nur Wahid mengusulkan agar MUI dan organisasi massa (ormas) Islam seperti NU dan Muhammadiyah, mengeluarkan fatwa haram. Menurut Hidayat, fatwa itu diperlukan karena saat ini banyak masyarakat yang apatisme terhadap pemilu…. (http://detiknews.com)

Menurut pendapat saya justru golput itu tidak haram.

Kenapa?

Karena demokrasi yang di dalamnya terdapat pemilu, itu sistem kufur

Sebagaimana kita ketahui kalau berbicara tentang haram-halal tentu berhubungan dengan Islam. Dan kita semuan mengetahui bahwa demokrasi itu berasal dari barat (yunani), bukan berasal dari Islam.

Demokrasi yang kurang lebih artinya “kekuasaan rakyat oleh rakyat”. Rakyat adalah sumber kekuasaan. Perancis kemudian memasukkan sistem demokrasi ini ke dalam undang-undang dasar negaranya, setelah revolusi Prancis. Setelah itu negara-negara Eropa menerapkan sistem demokrasi pada pemerintahannya dan menyebarkannya ke negara-negara jajahannya. Kemudian paham demokrasi inipun dicantumkan di dalam undang-undang dasar sebagian negara Arab dan Islam.

Sebagai contoh di Mesir ditetapkan di dalam undang-undang kesatu tahun 1923 serta 1956. Dan pada tahun 1971 di dalam undang-undang tersebut terdapat teks yang menyebutkan antara lain bahwa :
“Kepemimpinan adalah milik rakyat dan rakyat adalah sumber kekuasaan menurut cara yang dijelaskan di dalam undang-undang.”
Pasal ini terdapat pada undang-undang nyaris semua negara Arab dan Islam. Pasal semacam ini juga termaktub di dalam undang-undang Yaman. Pada pasal empat misalnya disebutkan :
“Rakyat adalah pemilik dan sumber kekuasaan. Kekuasaan itu bisa diperoleh secara langsung dengan cara referendum atau lewat pemilihan umum demikian pula mencabut kekuasaan itu dapat dilakukan secara tidak langsung melalui lembaga legislatif, yudikatif, dan eksekutif serta melalui majelis-majelis perwakilan yang dipilih.”

Dari sini dapat diketahui bahwa demokrasi adalah “Rabb” yang berhak menetapkan syariat, berhak menentukan hukum yang seringkali berlawanan dengan hukum-hukum Allah. Sehingga tidak lagi berhukum dengan hukum Allah. Maka tidak samar bagi seorang Muslim bahwa ini adalah perbuatan kufur akbar, syirik akbar, dan kezaliman yang besar.

Di sini ada persoalan penting yakni bagaimana pandangan hukum Islam terhadap orang yang menerima paham demokrasi tanpa adanya alasan syar’i?

Allah Azza wa Jalla berfirman :
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran : 85)

Allah menyebutkan dalam Al Qur’an bahwa, barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir, zalim dan fasiq.

Persoalan lainnya adalah mungkinkah mendekatkan ajaran Islam dan demokrasi?

Tidak!

Sebabnya adalah beberapa hal berikut :
1. Bahwa yang berhak membikin syariat (peraturan/hukum) dalam Islam hanyalah Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Adapun di dalam demokrasi yang membikin peraturan adalah manusia.

2. Tidak boleh mengadakan pendekatan antara Islam dan demokrasi walau pada sebagian unsurnya saja. Sebab Islam adalah ajaran yang universal dan sempurna bagi segala problem kehidupan.
“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (Sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.” (QS. An Nisa’ : 59)

3. Seandainya kita mengadakan pendekatan dengan mereka maka kita tidak akan selamat dari azab Allah.

4. Apabila kita menaati mereka dalam sebagian perkara dan menolak untuk menaati mereka secara total niscaya mereka tidak akan ridha kepada kita. Mereka tidak akan berhenti melancarkan gangguan-gangguan terhadap kita selamanya sampai kita mau menerima agama mereka secara total dan meninggalkan agama kita secara total pula.

Dan inilah yang menjadikan sebagian kaum Muslimin –terutama para penguasa– menerima aturan-aturan barat. Mereka berkata : “Kami akan menaati mereka pada sebagian perkara saja.”

5. Sebagaimana tidak dibolehkan menerima kekufuran dan kesyirikan demikian pula tidak diizinkan menerima demokrasi. Karena ia adalah kufur, syirik, dan jahat! Bagaimana bisa seorang Muslim melahirkan satu sikap yang kontradiktif?
Orang yang menerima kampanye taqrib (pendekatan) antara Islam dan demokrasi tidaklah memiliki akal yang sehat.

6. Kita sangat berbeda dengan penganut demokrasi dari kalangan yahudi dan nashara serta agama-agama kafir lainnya. Karena mereka ingkar kepada Allah dan Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam.

Berbeda dengan kaum Muslimin. Mereka hidup di negeri Islam. Di hadapan mereka ada Al Quran dan As Sunnah serta para ulama dan da’i-da’i ilallah yang ikhlas dan selalu memberi nasihat. Tidak ada alasan bagi mereka untuk berjalan di belakang demokrasi.

7. Apabila kita meyakini keabsahan demokrasi niscaya tidak akan tertanam keimanan kita kepada Allah. Karena tidak sah keimanan kita sampai kita kufur terhadapnya (sistem demokrasi).

Bagaimana hukum perkataan : “Demokrasi dan pemilu adalah sama dengan syura Islami ?”

Yang jelas, demokrasi dan pemilu tidak bertemu dengan musyawarah yang disyariatkan Allah. Tidak pada pokoknya, tidak pula pada cabangnya. Tidak pada keseluruhannya, tidak pula pada sebagiannya. Tidak pada maknanya, tidak pula pada bentuknya.

1. Siapakah yang mensyariatkan “demokrasi” ?Jawab, orang-orang kafir.
Siapakah yang mensyariatkan musyawarah? Jawab, Allah.
Apakah boleh bagi makhluk untuk membuat syariat? Jawab, tidak boleh.
Apakah bisa diterima syariat yang dibuatnya? Jawab, tidak bisa.

Yang mensyariatkan demokrasi adalah makhluk dan yang mensyariatkan musyawarah adalah Allah. Rabb dan Pemilik musyawarah adalah Allah sementara Rabb dan pemilik demokrasi adalah orang-orang kafir dan pengikut hawa nafsu.
Allah Azza wa Jalla berfirman :
Katakanlah : “Apakah aku akan mencari Rabb selain Allah padahal Dia adalah Rabb bagi segala sesuatu.” (QS. Al An’am : 164)


Maka ayat di atas adalah garis demarkasi yang nyata antara demokrasi dan pemilu di satu sisi dengan musyawarah Islami di sisi yang lain.

2. Musyawarah kubra dilakukan berkaitan dengan pengaturan umat. Para pelakunya adalah ahlul halli wal ‘aqdi dari kalangan ulama, orang-orang yang shalih dan ikhlas.

Adapun demokrasi, para pelakunya adalah individu-individu yang campur-campur ada yang liberalis, nasionalis, dari nashara, dari yang cari kekuasaan, cari duit, cari popularitas dari kalangan lelaki maupun perempuan. Dan apabila bersama mereka terdapat Muslimin atau ulama, hal ini tidak lain hanyalah mempermainkan kaum Muslimin.
Bolehkah disamakan seorang Muslim yang beriman dan shalih yang telah dipilih Allah dengan penjahat yang telah dijauhkan dan dihinakan oleh Allah?

Allah Azza wa Jalla berfirman :
“Maka apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir)? Mengapa kamu (berbuat demikian)? Bagaimanakah kamu mengambil keputusan?” (QS. Al Qalam : 25-26)

3. Ahli musyawarah tidak menghalalkan yang haram dan tidak mengharamkan yang halal. Tidak menganggap benar sesuatu yang batil dan tidak menganggap batil sesuatu yang benar.

Berbeda dengan para penganut demokrasi. Mereka menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Money politik, suap, kolusi, nepotisme, lobi-lobi. Menganggap batil sesuatu yang hak dan membela kebatilan.

Ahli musyawarah akan memusyawarahkan segala sesuatu yang masih samar dari perkara-perkara yang hak dan berupaya merealisasikannya. Mereka sekedar mengikut dan mencontoh, tidak mendatangkan hukum-hukum yang menyelisihi hukum Allah.

Adapun pengikut demokrasi, mereka suka membikin perkara-perkara baru, mengerjakan kebatilan, serta suka membuat peraturan dari selain Allah.

4. Musyawarah tidak dilakukan kecuali pada perkara-perkara yang langka. Adapun pada apa yang telah diputuskan Allah dan Rasul-Nya serta telah jelas hukumnya maka tidak ada musyawarah dalam masalah tersebut. Sedangkan demokrasi senantiasa bertentangan dengan hukum-hukum Allah.

Allah Azza wa Jalla berfirman :
“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Al Maidah : 47)

5. Musyawarah tidak fardhu dan tidak wajib pada setiap saat. Akan tetapi hukumnya berbeda-beda sesuai dengan waktu dan keadaan. Kadang wajib kadang tidak wajib. Karena inilah maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam melakukan musyawarah untuk bergerak pada sebagian peperangan dan tidak melakukannya pada waktu yang lain. Hal tersebut berbeda menurut perbedaan keadaan.

Sedangkan demokrasi adalah satu kemestian bagi para pengikutnya. Tidak diperkenankan bagi seorang pun untuk keluar daripadanya. Para penguasa dan pejabat harus selalu melaksanakannya dan menerapkannya pada rakyat mereka. Padahal barangsiapa mewajibkan sesuatu yang tidak diwajibkan oleh Allah berarti dia telah memperbudak manusia.
Allah Azza wa Jalla berfirman :
“Maka apakah orang-orang kafir menyangka bahwa mereka (dapat) mengambil hamba-hamba-Ku menjadi penolong selain Aku? Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka Jahannam tempat tinggal bagi orang-orang kafir.” (QS. Al Kahfi : 102)


6. Demokrasi menolak syariat Islam, menganggapnya lemah dan tidak baik padahal syura menetapkan kekuatan Islam dan kelayakannya pada setiap zaman dan tempat.

7. Musyawarah ada bersamaan dengan kedatangan Islam.

Adapun demokrasi tidaklah datang ke negeri kaum Muslimin kecuali pada dua abad terakhir ini –abad tiga belas dan empat belas hijriyah–. Apakah dengan demikian dapat dikatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam adalah seorang yang berdemokrasi? Demikian pula para shahabat dan kaum Muslimin pada umumnya?

8. Demokrasi berarti “kekuasaan rakyat dari rakyat untuk rakyat”.

Adapun syura berangkat dari musyawarah, di dalamnya tidak ada unsur pembuat hukum yang tidak ada asalnya dalam syariat. Yang ada hanyalah tolong menolong dalam memahami al haq, mengembalikan hal-hal yang masih tercecer kepada yang sudah terkumpul dan mengembalikan perkara-perkara yang baru kepada perkara-perkara yang sudah dikenal.

  1. #1 by dir88gun on March 28, 2009 - 5:07 am

    assalamu alaikum wr. wb.

    Permisi, saya mau numpang posting (^_^)

    Menggugat Demokrasi – Daftar Isi


    http://hizbut-tahrir.or.id/2009/03/24/hukum-pemilu-legislatif-dan-presiden/

    sudah saatnya kita ganti sistem, semoga link di atas bisa menjadi salah satu rujukan…

    Terima kasih atas perhatian dan kerja samanya.
    Mohon maaf kalau ada perkataan yang kurang berkenan. (-_-)

    wassalamu alaikum wr. wb.

Leave a comment